April 02, 2008

Malu Bertanya, Sesat di Jalan


"He who never made a mistake, never made a discovery." --- Samuel Smiles


Jabatan atau “title” merupakan tolok ukur yang dapat digunakan untuk menempatkan seseorang seturut dengan kemampuan dan kecakapannya dalam bidang tertentu.

Namun, tidak sedikit, orang-orang yang memiliki jabatan cukup lumayan, tidak dibarengi dengan kecakapan yang sesuai.

Mengapa demikian?

Mungkin bagi beberapa orang, terutama bagi yang telah menduduki jabatan tertentu di suatu perusahaan, belajar adalah “tabu”. Tabu untuk dilakukan, karena sering dianggap tidak pandai, atau tidak kompeten. Hal ini yang sebenarnya disalahartikan. Belajar, dianggap mencerminkan sesuatu ketidaktahuan, ataupun “kebodohan”. Padahal,


belajar adalah proses seumur hidup. Tidak memandang usia, siapa dan kapan.

Keenganan macam ini bisa dibilang “gengsi” dalam mengungkapkan ketidaktahuannya.
Yang sebenarnya wajar saja. Mana ada manusia sempurna bukan?

“Gengsi” inilah yang menjadi awal mula terciptanya sifat arogan, sombong, merasa paling hebat, memandang rendah orang lain, mengagung-agungkan dirinya sendiri atau pendapatnya sendiri. Termasuk, tidak memiliki “telinga” yang baik untuk mendengarkan orang-orang disekelilingnya, seperti rekan kerja dan bawahannya.

Seperti salah satu sahabat saya, Dinda. Ia bekerja sebagai asisten manajer kreatif di salah satu perusahaan interior terkenal. Atasannya sendiri yaitu manajer kreatif, merupakan salah satu tipe orang yang “tabu” untuk belajar. Baginya, belajar adalah untuk anak ingusan, bukan bagi seorang manajer yang telah melalui barbagai tahapan kesuksesan berkarir.

Sang manajer kreatif tersebut, tidak pernah mau disalahkan, atau diberikan masukan. Ia menganggap bahwa ialah orang yang paling tahu akan segalanya di bidangnya itu. Ia menjadi orang yang sombong dan tidak mempercayai pekerjaan bawahannya sendiri. Seringkali Dindapun tidak tahan dibuatnya. Ia hanya dijadikan seperti “kacung” yang tidak berhak menentukan pendapatnya.

Keinginan Dinda untuk mengembangkan karir di perusahaan tersebut menjadi terhambat. Terhambat bukan dikarenakan dirinya yang kurang cakap bekerja. Tapi, blokade dari atasannya sendiri. Dimana, sang atasan memang menjaga jarak tertentu sehingga kepandaian Dinda tidak terpancar gemilang keluar.

Sungguh aneh bukan. “Masa ada sih tipe orang yang tidak punya hati seperti itu”, ucap saya keheranan pada Dinda. “Wah, itu sih tidak perlu dipertanyakan, buktinya ada kan...dan yang paling aneh, adalah pernah suatu saat, atasan saya itu membuat laporan yang ternyata ada kesalahan di dalamnya. Bukannya intropeksi diri, malahan ia menyalahkan saya, karena tidak tepat memberikan informasi yang dibutuhkan pada saat penyusunan laporan tersebut. Alhasil, sayalah yang kena semprot oleh bos besar,” cerita Dinda meluapkan emosinya.

Perjalanan karir Dindapun dirasakan mentok. Dalam kasus ini, Dinda begitu mencintai pekerjaannya tersebut. Namun, disisi lain ia terpaksa harus menghadapi “flat environment”. Ia tidak merasakan bertambah pintar, justru semakin lama, ia merasa kurang mendapatkan kesempatan belajar. Setiap hari yang dilakukannya hanya pekerjaan rutin belaka. Ide-ide cemerlang yang berseliweran di otaknya tidak terlatih dan terpakai. Alias sia-sia.

Pernahkah Anda berfikir, bahwa banyak generasi muda yang kepintarannya terbuang sia-sia dikarenakan “sifat atasan” yang tidak mendukung? Banyak orang dengan jabatan tinggi ternyata tidak ada apa-apanya. Dan, banyak juga orang-orang cakap tidak terpakai kemampuannya secara maksimal, seperti halnya kemampuan Dinda.

Dari lima orang teman yang saya ajak ngobrol, termasuk Dinda, mengatakan, bahwa atasan ataupun rekan kerja mereka selalu menganggap kesalahan yang dibuat oleh bawahan atau rekan kerja, merupakan cerminan dari ketidakcakapan cara kerja. Padahal, hal itu salah besar. Kita belajar dari kesalahan. Tanpa membuat kesalahan terlebih dahulu, manusia tidak akan pernah belajar. Bagaimana menurut Anda?

Jangan pernah takut untuk salah, ini merupakan salah satu moto dari Dinda dalam menjalani pekerjaannya di kantor. Selain itu, jangan pernah bosan dan menyerah untuk mencari informasi yang dapat mengembangkan pengetahuan diri kita. Jadilah kreatif, inisiatif dan buatlah diri Anda berguna. Beberapa tips ini merupakan cara-cara yang dijalani oleh Dinda sendiri dalam menghadapi kendala “flat environment” di tempat kerjanya.

Menggali beragam informasi sama saja dengan memperkaya kecakapan diri kita sendiri. Hal ini dapat menambah nilai jual diri kita di pasaran tenaga kerja. Jika Anda tidak mendapatkannya di lingkungan tempat Anda bekerja. Terutama apabila Anda mendapati atasan atau rekan kerja yang menghambat diri Anda, jangan berdiam diri.

Segeralah mencari jalan keluar dengan mengembangkan diri Anda sendiri.

[am]

No comments: